Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayananpublik yang berkualitas dan prima, melalui 1) Kelembagaan: perampingan struktur, efisien, dan efektif. 2) Sumber Daya Manusia Aparatur: profesional, netral, kesejahteraan, manajemen, PNS produktivitas, transparan, bersih dan bebas KKN 3) Tata Laksana: Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, mekanisme, sistem, prosedur, tata kerja 4) Akuntabilitas Kinerja Aparatur: perencanaan dan penganggaran, 5) Pengawasan: sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi 7) Pelayanan Publik: transparansi dan akuntabilitas, tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian 8) Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif: kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif, iklim kerja , etos kerja dan produktivitas, mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi kerja 9) Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi: melalui Rakor, Fortek, Forkom, Raker, Rakornas, dan rapat berkala. Reformasi birokrasi organisasi dalam konteks penelitian ini meliputi Tujuan, Struktur, Tata Hubungan, Penghargaan (Reward), Kepemimpinan Dan Mekanisme Tata Kerja. Kaitan kinerja, maka dalam konteks penelitian ini dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai dalam organisasi formal yang memiliki kekuasaan pemerintahan serta memiliki wewenang dan tanggung jawab mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum sesuai dengan moral dan etika. Suatu organisasi akan berhasil atau gagal, sebagian besar ditentukan oleh budaya yang ada pada organisasi tersebut. Menurut Stoner dalam Winardi (2002:66) bahwa budaya organisasi yang kuat merupakan alasan suksesnya organisasi. Sebaliknya budaya kuat yang sama sekali sukar berubah disebutkan menjadi penyebab masalah organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Ndraha (1997:123) mengemukakan“semakin kuat budaya, semakin kuat efek atau pengaruhnya terhadap lingkungan dan perilaku manusia”. Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai mengandung komponen-komponen yang dimiliki seorang pegawai (Moeljono,2004) yakni: (1) pemahaman substansi dasar tentang makna bekerja, (2) sikap terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, (3) perilaku ketika bekerja, (4) etos kerja, (5) sikap terhadap waktu, dan (6) cara atau alat yang digunakan untuk bekerja. Semakin positif nilai komponen-komponen budaya tersebut dimiliki oleh seorang pegawai maka akan semakin tinggi kinerjanya, ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat tumbuhkembang dengan subur di kalangan pegawai maka dibutuhkan pendekatan-pendekatan melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi. Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akantetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alatalat dan teknik-teknik pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Senge (1990) mengidentifikasi tantangan adanya hubungan dan pengaruh antara budaya organisasi dengan kinerja di satu sisi pada visi masa datang dan di sisi yang lain dengan realitas sebagai penggerak daya kreatif. Kajian teoritis dan empirikal yang telah di sebutkan di atas sebagai landasan konseptual penelitian tentang pengaruh reformasi birokrasi tatalaksana, dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai dan kinerja organisasi, maka dapat di susun sebuah kerangka konseptual penelitian sebagai berikut: (gambar)
-
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa Reformasi Birokrasi organisasi dan Budaya Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung dapat berjalan baik dengan adanya dukungan Kinerja Pegawai dan Kinerja Organisasi. Kesimpulan tersebut diperoleh melalui temuan penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh positif Reformasi Birokrasi terhadap kinerja organisasi pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Besarnya pengaruh Reformasi Birokrasi terhadap kinerja organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dan tata kerja yang didalamnya mencakup keberanian, komitmen, sinergitas, responsivitas, profesionalisme, disiplin, inisiatif, mampu membuat orang di sekelilingnya berprestasi dan indikator motivasi. Artinya, kepemimpinan dan tata kerja menjadi bagian penting dalam upaya melaksanakan perubahan. 2. Terdapat pengaruh positif budaya kerja terhadap kinerja organisasi pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Besarnya pengaruh budaya kerja ditentukan oleh dimensi perilaku ketika bekerja, etos kerja, sikap terhadap waktu, dan cara atau alat yang digunakan. 3. Reformasi birokrasi organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Artinya bila terja dipeningkatan reformasi birokrasi, maka akan diikuti oleh peningkatan kinerja pegawai 4. Budaya kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, artinya budaya kerja yang berkembang baik dan teratur dalam organisasi akan berpengaruh meningkatkan kinerjapegawai. 5. Budaya kerja melalui kinerja pegawai pemerintah Kabupaten Lampung Selatan berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Artinya, jika budaya kerja rendah maka kinerja pegawai buruk sehingga kinerja organisasipun akan rendah. 6. Reformasi Birokrasi melalui kinerja pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi, artinya bila tidak ada reformasi birokrasi maka kinerja pegawai buruk sehingga kinerja organisasi akan rendah. 7. Reformasi Birokrasi dan budaya kerja melalui kinerja pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Artinya, semakin baik Reformasi Birokrasi dan budaya kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, dan kinerja organisasi. Saran: Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan pada kesimpulan di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut: 1. Aspek Teoritis (Keilmuan) a. Memperkaya konsep ilmu pemerintahan, diperlukan penelitian kuantitatif tentang Reformasi Birokrasi, budaya kerja, kinerja pegawai dan kinerja organisasi”, perlu dilakukan pula penelitian dengan menggunakan variable lainnya (seperti variable kepemimpinan dan variable kemampuan aparatur). b. Pelaksanaan reformasi birokrasi tergolong baik, masih ada peluang dan diperlukan kerja keras untuk mencapai kinerja reformasi birokrasi yang lebih baik lagi. Setidaknya terdapat enam indikator yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah Kabupaten Lampung Selatan untuk meningkatkan kinerja reformasi birokrasinya, yaitu indikator kesamaan, kesejajaran, keseimbangan peran serta, kesesuaian fungsi, kelayakan dan yang terlemah adalah indikator kejelasan. Secara keseluruhan, upaya perbaikan dimensi struktur dan tata hubungan diharapkan dapat meningkatkan kinerja reformasi birokrasi. c. Reformasi birokrasi terkait dengan komitmen pegawainya sehingga perlu adanya upaya utuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai melalui penciptaan lingkungan kerja yang positif. d. Memperkaya konsep Reformasi Birokrasi, maka penelitian mengenai pengaruh Reformasi Birokrasi di Indonesia selain menggunakan pendekatan kuantitatif, perlu dilakukan pula melalui pendekatan kualitatif, sehingga dapat diketahui secara mendalam dimensi-dimensi konseptual dari reformasi Reformasi Birokrasi. e. Memperkaya konsep budaya kerja, kinerja pegawai dan kinerja organisasi, maka penelitian mengenai budaya kerja, kinerja pegawai dan kinerja organisasi selain menggunakan pendekatan kuantitatif, perludilakukan pula melalui pendekatan kualitatif, sehingga dapat diketahui secara mendalam dimensidimensi konseptual dari ketiga variable tersebut. Sebaiknya ada pengawasan yang secara konsisten terhadap penyelenggaraan reformasi birokrasi organisasi di Kabupaten Lampung Selatan, sehingga kebijakan program reformasi birokrasi organisasi akan secara simultan terlaksana dengan baik yang memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai dan kinerja organisasi pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. g. Pemerintah Kabupaten Lampung selatan sebaiknya secara kontinu melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan program reformasi birokrasi organisasi dan peningkatan budaya kerja di seluruh SKPD Lampung Selatan yang akan secara simultan secara bersama pelaksanaannya akan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai dan kinerja organisasi Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 2. Aspek Praktis (Guna Laksana) a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan perlu menyusun kembali kebijakan reformasi birokrasi dalam bentuk regulasi yang lebih mengedepankan unsure pemberdayaan aparatur, mendorong inovasi aparatur dan ruang-ruang diskresi, kejelasan pembagian kewenangan dan bersifat non diskriminatif. b. Kementerian PAN dan RB perlu meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan kinerja pegawai dan kinerja organisasi dengan pengawasan pelaksanaan reformasi birokrasi di tiap daerah secara simultan sebagai upaya pendekatan kinerja organisasi yang asimterik sesuai dengan tugas, peran dan fungsi organisasi.